Birokrasi di Indonesia

BIROKRASI DI INDONESIA


Artikel berjudul “Jajak Pendapat Kompas: Potret Buram Profesionalitas Birokrasi” oleh Sultani pada tanggal 5 Maret 2007, menunjukkan survey atau jajak pendapat tentang birokrasi di Indonesia. Artikel ini menunjukkan bagaimana profesionalitas birokrasi di Indonesia tidak menunjukkan hal yang positif malah sebaliknya.

Hal ini memang sudah menjadi rahasia umum. Birokrasi di Indonesia sangat buruk dan sangat koruptif. Sebagaimana hasil penelitian dari PERC ( Usman Abdhali Mali, Menata Wajah Birokrasi Indonesia, http://www.sinarharapan.co.id/berita/0708/18/nas08.html, diambil tanggal 20 April 2008 pukul 11.30WIB) bahwa Indonesia menempati urutan kedua akan kualitas birokrasi yang buruk dengan angka 8, 20 (angka 10 merupakan angka yang terburuk). Birokrasi Indonesia memiliki kinerja yang buruk, berbelit-belit, pegawai yang tidak melayani atau pelayanan yang buruk, terlalu gemuk, maraknya praktek KKN dan birokrasi yang tidak sensitif dan tidak kondusif (R. Siti Zuhro, Reformasi Birokrasi Indonesia, http://reformasibirokrasi.habibiecenter.or.id/index.cfm?fuseaction=artikel.detail&id=161&catid=4, diambil tanggal 20 April 2008 pukul 11.35WIB).

Birokrasi di Indonesia yang seharusnya melayani malah menjadi dilayani. Hal ini menjadikan masyarakat sangat kecewa akan kerja birokrasi di Indonesia. Hasil jajak pendapat kompas ini menunjukkan bahwa masyarakat yang disurvey sebagian besar tidak puas dengan kerja birokrasi di Indonesia.

Hal ini dapat dilihat dari hasil bahwa 62,9% responden merasa memerlukan waktu yang lama dalam berurusan dengan birokrasi, 58% responden menyatakan bahwa aparat birokrasi gampang disuap, 65,3% responden menyatakan ketidakpuasan akan efektivitas kerja birokrasi, dan sebagian masyarakat masih kecewa dnegan kedisiplinan, dan kesigapan kerja birokrasi.

Birokrasi Indonesia juga mendapat citra buruk ketika harus menangani kasus bencana alam. Mereka tidak cepat tanggap dan tidak belajar dengan pengalaman yang sebelumnya. Dua pertiga bagian responden menganggap kinerja birokrasi dalam mengawasi kelayakan sarana transportasi darat, laut, dan udara masih buruk.

Dengan rencana pemerintah mengganti sejumlah pejabat Departemen Perhubungan, responden sebagian besar menyangsikan kalau pergantian beberapa pejabat akan mengurangi tingkat kecelakaan (61,1% tidak yakin), meningkatkan kontrol atas standar keselamatan pada semua alat transportasi (51,6% tidak yakin), meningkatkan pengawasan terhadap kelayakan sarana transportasi (49,4% tidak yakin), dan meningkatkan kinerja Departemen Perhubungan (47,2% tidak yakin).

Akan tetapi, ada sisi lain dari masyarakat mengenai pelayanan dari birokrasi, yaitu masyarakat di daerah Jayapura dan Manado merasa sudah cukup puas dengan kerja birokrasi Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan hasil survey 50, 4% responden dari Manado menyatakan puas bahkan Jayapura menunjukkan angka 90, 4%. Hal ini sangat aneh jika dilihat dari daerah lain, dimana mereka tidak puas dengan hasil kerja para birokrat.

Hal ini mungkin saja disebabkan karena faktor wilayah yang jauh dari ibukota atau pusat pemerintahan sehingga mungkin banyak para birokrat yang tidak terpengaruh dengan budaya para birokrat di pusat, yaitu budaya dilayani bukan melayani. Mereka masih memegang prinsip pelayanan publik yang baik dan memuaskan masyarakat.

Birokrasi Indonesia yang dinilai mengecewakan ini menurut pendapat saya karena adanya politisasi birokrasi Indonesia. Kepentingan partai politik telah menjadi kepentingan utama daripada kepentingan pemberian pelayanan publik yang baik terhadap masyarakat. Hal ini ternyata tidak terjadi di masa pasca kemerdekaan. Para birokrat pada masa itu masih semangat dalam memperjuangkan nasib rakyat Indonesia yang sedang merdeka.

Mereka mengesampingkan kepentingan golongan mereka. Akan tetapi, setelah masa demokrasi parlementer, birokrasi Indonesia mulai mengalami pencemaran yaitu dengan memasukkan unsur kepentingan politik di dalamnya. Orang-orang mementingkan kepentingan golongan terutama partai politik dalam pencapaian kekuasaan birokrasi. Hal ini masih berlanjut pada masa orde baru dan reformasi. Para birokrat mencampuradukkan kepentingan politik ke dalam birokrasi.

Pada orde baru birokrasi didominasi akan kekuatan Golkar. Pelayanan terhadap publik pun menjadi terkesampingkan yang pada akhirnya membuat kualitas pelayanan menjadi buruk dan sangat lambat. Kecuali jika ada ‘amplop’ atau biaya ekstra dalam pembuatan suatu dokumen maka para birokrat akan memperlancarnya. Atau bahkan memang dalam pembuatan suatu dokumen harus menggunakan biaya tambahan dan waktu yang lama pula.

Birokrasi memang mempunyai peranan penting dan besar dalam menjalankan pembangunan dan pemerintahan Indonesia. Birokrasi juga menentukan apakah kebijakan dan program pemerintah akan berhasil (Kini Saatnya Pemerintah Melaksanakan, http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=4860&coid=2&caid=30&gid=2, diambil pada tanggal 20 April 2008 pukul 11.30WIB). Bahkan juga menentukan apakah komitmen memperbaiki perikehidupan rakyat akan melangkah maju atau tidak. Akan tetapi, peranan itu selalu diikuti kritik-kritik dari masyarakat seperti diungkapkan pada survey di atas.

Oleh karena itu, harus ada perbaikan-perbaikan untuk mengembalikan citra birokrasi. Selain tujuan memperbaiki citra, perbaikan birokrasi lebih penting agar keefektifan dan keefisienan dalam melakukan pelayanan publik dan dalam menjalankan pemerintahan dapat tercapai semaksimal mungkin.

Selain itu, alasan lain dalam perbaikan birokrasi karena ini menyangkut investasi (Birokrasi Menjadi Persemaian Korupsi, http://www.kpk.go.id/modules/news/article.php?storyid=2599, diambil pada tanggal 20 April 2008 pukul 11.40WIB). Para investor memilih Negara yang birokrasinya tidak bertele-tele. Kalau birokrasi Indonesia tidak segera diperbaiki maka akan mempengaruhi perekonomian, karena para investor tidak mau lagi menanamkan modalnya di Indonesia.

Perbaikan harus dilakukan karena pemerintah telah menghabiskan anggaran Negara sebanyak 70% untuk membiayai birokrasi, padahal seharusnya untuk anggaran rakyat ( Usman Abdhali Mali, Menata Wajah Birokrasi Indonesia, http://www.sinarharapan.co.id/berita/0708/18/nas08.html, diambil tanggal 20 April 2008 pukul 11.30WIB). Seharusnya para birokrat sadar bahwa mereka adalah pengabdi masyarakat, untuk melayani masyarakat, bukan untuk menyengsarakan rakayat dengan pelayanan yang bertele-tele, menikmati gaji yang di dapat dengan seenaknya, mendapat tunjangan dan dana pensiun yang bisa jadi tidak didapat oleh masyarakat yang mereka layani.

Menurut pendapat saya, perbaikan dapat dilakukan pertama dengan penggantian para pejabat birokrasi terutama pimpinan yang dirasa tidak baik dalam menjalankan tugasnya. Meskipun hal ini bertentangan dengan hasil survey dari kompas di atas yang menunjukkan adanya ketidakyakinan jika pemimpin diubah maka akan terjadi perubahan. Tetapi, penulis setuju dengan perubahan pimpinan.

Karena pemimpin yang baik, yang tentunya sudah melakukan seleksi yang ketat, dan terbukti mempunyai kualitas intelektual dan emosional atau mental yang baik, akan melakukan perubahan terhadap program yang dirasa merugikan. Dengan program yang baik (visi dan misi) maka tentu pula kerja dari suatu departemen misalnya akan menjadi lebih baik.

Bawahannya pun secara langsung maupun tidak langsung akan mengikuti aturan dari pemimpin dan akhirnya berubah menjadi lebih baik. Selain itu, juga harus dilakukan rekrutmen yang berkualitas yang baik untuk para birokrat (baca= PNS). Para birokrat ini (baca= PNS) harus mempunyai keterampilan dan intelektual yang tinggi.

Kalau perlu harus melalui fit and proper test dulu bahkan tes psikologis untuk menguji mental mereka agar terlihat seberapa besar dia serius untuk melakukan pelayanan publik. Selain itu, kesejahteraan PNS juga harus diperhatikan, karena faktor gaji yang rendah pasti akan memicu tindak korupsi yang pada akhirnya membuat kerja birokrasi menjadi buruk.

Terakhir, sesuai dengan pernyataan berikut ini:( R. Siti Zuhro, Reformasi Birokrasi Indonesia, http://reformasibirokrasi.habibiecenter.or.id/index.cfm?fuseaction=artikel.detail&id=161&catid=4, diambil tanggal 20 April 2008 pukul 11.35WIB)

'Globalisasi dan pengaruhnya terhadap Indonesia mensyaratkan negeri ini menata kembali sistem penyelenggaraan negara, baik di pusat maupun daerah dengan melandaskan pada prinsip-prinsip demokrasi dan pemberdayaan, pelayanan, transparansi dan akuntabilitas, partisipasi, kemitraa, desentralisasi, konsistensi kebiajkan dan kepastian hukum" (Lemhannas RI: "Naskah Awal Reformasi Birokrasi Indonesia":hlm.2). maka perlunya profesionalitas para birokrat untuk melayani masyarakat dan melakukan penyelenggaraan Negara sesuai dengan prinsip di atas.

Artikel BIROKRASI DI INDONESIA ini dipersembahkan oleh Makalah Skripsi Tesis. Majalah Gratis.


Bookmark and Share

0 komentar:

Post a Comment